Nama : Khusnul
Khotimah
NIM :
P1337431214017
Prodi : DIV gizi /
I
1. Ilmu
A. Pengertian
Ilmu
Ilmu merupakan kata yang
berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau
mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge.
Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga
diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada
makna yang sama.
Untuk lebih memahami pengertian
Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
Ø
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu”
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Ø
“Science is knowledge arranged in a system, especially
obtained by observation and testing of fact” (And English reader’s dictionary)
Ø
“Science is a systematized knowledge obtained by study,
observation, experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary)
dari pengertian di atas nampak
bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri
khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5)
“Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.
B. Kedudukan Ilmu
Menurut Islam
Ilmu menempati kedudukan yang
sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an
yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping
hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut
ilmu.
Di dalam Al-Qur’an , kata ilmu
dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa
ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan nuansa
nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam sebagamana
dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani (1995: 39) sebagai berikut :
“Salah satu
ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap
masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari
dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat tinggi”
Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“Allah
meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara
kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan), dan Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ayat di atas dengan jelas
menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang
dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu ,dan Ilmu yang
dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah
,sehingga akan tumbuh rasa takut kepada Allah bila melakukan hal-hal yang
dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah:
“sesungguhnya
yang takut kepada Allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang
berilmu)” (surat faatir :
28)
Disamping ayat –ayat Al-Qur’an
yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, Al-Qur’an juga
mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seperti tercantum
dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 114 yang artinya :
“dan
katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “.
Dalam hubungan inilah konsep
membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting dan
islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat
dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu surat Al-Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artinya:
“Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan Kamu dari segumpal darah . Bacalah
dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia ) dengan
perantara kalam . Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.”
Ayat –ayat tersebut , jelas
merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut
ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti
juga rasa takut kepeada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia
untuk melakukan amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu
akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjid (1992 : 130) menyebutkan bahwa
keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini
seolah menengahi antara iman dan amal .
Di samping ayat –ayat Al-Qur’an,
banyak juga hadis yang memberikan dorongan kuat untuk menuntut Ilmu. Antara lain hadis berikut yang dikutip
dari kitab jami’u Ashogir (Jalaludin-Asuyuti :44 ) :
“Carilah ilmu
walau sampai ke negeri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim” (hadis riwayat
Baihaqi).
“Carilah ilmu
walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim . Sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut
ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “ (hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari hadist tersebut di atas ,
semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menuntut ilmu menduduki
posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah.
C. Klarifikasi
Ilmu menurut ulama islam.
Dengan melihat uraian
sebelumnya , nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran islam . Al-Qur’an
telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara
hadis nabi menunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi
setiap muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang
harus dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu) atau hanya Ilmu
tertentu saja ?
Hal ini mengemuka mengingat
sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini . Pertanyaan tersebut di atas
nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan
(klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip
dasarnya sama bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji dalam
kitab Ta’liimu Al-Muta‘alim (t.t.:4) ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut
ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan:
“Ketahuilah
bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntut segala
ilmu, tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu Al-hal)
sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuatan dan sebagus
–bagus amal adalah menjaga perbuatan.”
Kewajiban manusia adalah
beribadah kepeda Allah, maka wajib bagi manusia (Muslim Muslimah) untuk
menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut seperti kewajiban
shalat, puasa, zakat dan haji mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang
hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji. Akan
tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu
selain “Ilmu
Hal” tersebut lebih jauh di dalam
kitabnya.
Sementara itu Al Ghazali di
dalam Kitabnya Ihya
Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok
yaitu :
1). Ilmu Fardu a’in
2). Ilmu Fardu Kifayah
Kemudian beliau menyatakan pengertian
Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu fardu
a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui
ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu
a’in “ (1979 : 82)
“Ilmu fardu
kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan
urusan duniawi “ (1979 : 84)
Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk
ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya seperti yang tercakup
dalam rukun Islam. Sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya)
fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli,
ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya
ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan
dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain
dikemukakan oleh Ibnu
Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
1. Ilmu yang
merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena
kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang
bersifat tradisional (naqli).
Bila kita lihat pengelompokan
di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi :
1). Ilmu aqliyah
2). Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya
Ibnu Khaldun menyatakan :
“Kelompok
pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaitu ilmu pengetahuan yang
bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra-indra
kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi
demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan
penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai
dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional
(naqli dan wadl’i). Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita
dari pembuat konvensi syara “ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok
pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu
diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu
Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah
ajaran-ajaran syariat dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
Ulama lain yang membuat
klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama kelahiran India tahun 1703 M. Menurut
pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu
dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu :
1). Al manqulat
2). Al ma’qulat
3). Al maksyufat
Adapun pengertiannya sebagaimana dikutip oleh A.Ghafar Khan dalam tulisannya
yang berjudul “Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut
Syah Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :
1) Al manqulat
adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir,
ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
2) Al ma’qulat
adalah semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3) Al maksyufat adalah ilmu yang diterima
langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif.
Selain itu, Syah Waliyullah
juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu :
a) Ilmu al husuli, yaitu ilmu
pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori
b) Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan
abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak
langsung dengan realitas ilahi .
Meskipun demikian dua macam
pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat
melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al-manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli.
D. Syarat-syarat
ilmu
Berbeda
dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana
seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada
persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah
sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigm ilmu-ilmu alam yang telah
ada lebih dahulu.
Objektif.
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah
yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.
Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji
keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni
persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif;
bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
Metodis adalah
upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus
terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari
kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti
metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang
ketiga.
Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum
(tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya
universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu
sosial menyadari kadar ke umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu
untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia
konteks dan tertentu pula.
Sumber
: http://kartika-s-n-fisip08.web.unair.ac.id/artikel_detail-37181-hardskill%20PENGERTIAN%20PENGETAHUAN,%20ILMU,%20DAN%20ILMU%20PENGETAHUAN.html (diakses tanggal 7 November 2014).
2.
Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu
yang datang sebagai hasil dari aktifitas panca indra untuk mengetahui, yaitu
terungkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadanya.
Sedangkan, ilmu menghendaki lebih jauh, luas dan dalam dari pengetahuan.
Pengetahuan pada hakikatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk
ke dalamnya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui
manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Pengetahuan merupakan khasanah
kekayaan mental. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan
tertentu yang diajukan. Secara Ontologis ilmu membatasi diri pada kajian obyek
yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki daerah
penjelajahan yang bersifat trasendental yang berada di luar pengalaman kita.
Cara menyusun pengetahuan dalam
kajian filsafati disebut epistemologi, dan landasan epistemologi ilmu disebut
metode ilmiah. Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun.
Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu
dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi
manusia. Pemecahan tersebut pada dasarnya adalah dengan meramalkan dan
mengontrol gejala alam. Untuk bisa meramalkan dan mengontrol sesuatu, maka kita
harus menguasai pengetahuan yang menjelaskan peristiwa itu.
Pengetahuan itu merupakan
pengetahuan awam apabila orang hanya sadar saja tentang adanya gejala tersebut;
dia dapat mengetahui bahwa gejala itu ada. Selanjutnya, dari banyak gejala yang
disadarinya sebagai pengetahuan awam tersebut, dapat juga olehnya dirasakan
atau dilihat hal lain, yaitu hubungan saling pengaruh yang ada antara satu
gejala dengan gejala lainnya. Sebagai contoh, pengalaman atau pengamatan bahwa,
bila mendung biasanya lalu hujan. Pengetahuan tentang hubungan dua gejala
tersebut juga merupakan pengetahuan awam, walaupun pada tingkat yang lebih
tinggi. Pengetahuan orang tentang suatu gejala merupakan pengetahuan ilmiah
apabila dia dapat menjelaskan secara logis struktur dari gejala itu, jadi tidak
hanya sadar tentang adanya gejala itu. Yang dimaksud dengan ungkapan
menjelaskan secara logis adalah bahwa keterangannya memenuhi tiga persyaratan
berikut:
1) Di
dalam memberikan penjelasan, digunakan pola penalaran yang diakui keabsahannya,misalnya penggunaan penalaran bahwa, kalau a>b dan b>c, maka a>c.
2) Fakta atau observasi yang digunakan sebagai landasan
di dalam merumuskan kesimpulan dari penalaran yang dilakukna di dalam
menjelaskan struktur gejala yang diteliti, adalah fakta yang telah terbukti
atau dapat diuji kebenarannya.
3) Penjelasan
tentang struktur dari fenomena yang menjadi objek perhatian dapat diuji
kesesuaiannya dengan kenyataan; yang berarti bahwa, fenomena yang diteliti
menunjukkan pola-laku yang merupakan konsekuensi dari dimilikinya struktur
sebagaimana dikemukakan di dalam penjelasan termaksud.
Merujuk kepada contoh yang
dikemukakan di butir 1 walaupun penalarannya telah benar, tetapi kalau ternyata
b lebih kecil dari c, maka kesimpulan bahwa a>c belum tentu dapat
dibenarkan. Fakta-fakta yang telah diakui kebenarannya antara lain hokum-hukum
alam dalam ilmu fisika, seperti hukum Newton, hukum Hooke, hukum konservasi
massa, energi dan momentum, hukum Archimedes, dan sebagainya. Dapat juga
digunakan rujukan yang berupa kesimpulan dari suatu hasil observasi yang secara
empirik telah diuji kesesuaiannya dengan kenyataan.
Dalam ilmu ensiklopedi Al Qur’an
yang dimuat pada jurnal Ulumul Qur’an no.4 dijelaskan bahwa seringkali ilmu
dipahami sebagai pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat dinamakan
sebagai ilmu. Melainkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara tertentu berdasarkan
kesepakatan para ilmuwan yang disebut sebagai ilmu.
Menurut Archie J. Bahm dalam
tulisannya yang berjudul what’s science dijelaskan bahwa pengetahuan yang
disepakati sebagai ilmu harus dapat diuji dengan enam komponen utama yang
disebut dengan six kinds of science yang meliputi problems, attitude, method,
activity, conclusions, and effects.
Berpikir pada dasarnya adalah
proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada
sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Gerak pemikiran ini dalam
kegiatannya menggunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek yang sedang
kita pikirkan. Salah satu lambangnya yaitu dengan bahasa, maksudnya dengan
bahasa obyek kehidupan yang konkret dapat dinyatakan dengan kata-kata.
3.
Ilmu
Pengetahuan
A.
Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan, sebagai objek,
merupakan himpunan informasi yang berupa pengetahuan ilmiah tentang gejala yang
dapat dilihat, dirasakan, atau dialami. Gejala tersebut dapat berupa gejala
alam (seperti angin, air, gempa bumi, ombak, gerak benda, dsb.), atau gejala
sosial (seperti masyarakat bangsa, unjuk rasa, kemiskinan, kemakmuran,
keterasingan, dsb.), ataupun gejala pikir, yang abstrak wujudnya, seperti
konsep-konsep tentang bilangan dan himpunan di dalam matematika. Masalah yang
menjadi perhatian di dalam aktifitas ilmu pengetahuan adalah pencarian kejelasan
dan perumusan penjelasan mengenai struktur, fungsi dan pola-laku gejala-gejala,
baik gejala alam, gejala sosial, maupun gejala pikir. Dengan demikian
bentuk-bentuk dari hasil kegiatan ilmu pengetahuan mencakup dua hal yaitu
Penjelasan terhadap sesuatu gejala, yang dinyatakan sebagai teori; serta
Kesimpulan dari hasil observasi atau hasil penjelasan sesuatu gejala yang
dinyatakan sebagai :
(i)
Hukum,
bila gejalanya merupakan gejala alam.
(ii)
Dalil,
bila gejalanya merupakan gejala pikir atau gejala abstrak.
Disamping hukum atau dalil, dan
theori, yang luas cakupan keberlakuannya, yaitu meliputi suatu kelas gejala (a
class of phenomena), dan karenanya berlaku umum dalam lingkup kelas gejala
tersebut, terdapat juga bentuk-bentuk kesimpulan dan penjelasan yang lebih
terbatas cakupan keberlakuannya, seperti:
·
Korelasi,
yaitu suatu kesimpulan yang jaminan keberlakuannya terbatas pada selang liputan
observasi yang dilakukan mengenai gejala tersebut.
·
Hipotesa,
yaitu suatu dugaan mula mengenai penjelasan terhadap suatu fenomena, dan karena
itu masih spekulatif sifatnya.
·
Model,
yaitu suatu deskripsi (jadi penjelasan) tentang struktur dan pola-laku suatu
fenomena ditinjau dari suatu titik pandang tertentu.
·
Conjecture, yaitu suatu kesimpulan yang masih
spekulatif sifatnya ditinjau dari kelengkapan fakta yang mendukungnya dan
kerincian logika yang digunakan untuk menjelaskannya.
B.
Tujuan
Ilmu Pengetahuan
Tujuan
ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan alirannya, yaitu
:
Pengembangan
ilmu pengetahuan untuk keperluan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu sebatas
untuk memenuhi rasa keingintahuan manusia. Ilmu pengetahuan pragmatis.
Aliran ini meyakini bahwa pengembangan ilmu pengetahuan haruslah dapat
memberikan menfaat bagi manusia dalam pemecahan masalah kehidupan.
4.
Science
Istilah sains berasal dari bahasa
Latin “science” dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata
sains . Akhir-akhir ini para ahli bahasa Indonesia sepakat bahwa setiap kata
serapan dari bahasa Inggris yang berakhiran “nce” ditambahkan “s” diakhir kata
dan tidak berarti menunjukkan jamak atau banyak.
Sains adalah suatu proses pemikiran
dan analisis yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu
pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan objektif.
Pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris membentuk langkah-
langkah yang disebut metode ilmiah. Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan
proses logika-hipotesa-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langkah :
(1) perumusan masalah
(2) penyusunan kerangka berfikir
dalam pengajuan hipotesis
(3) perumusan hipotesis
(4) pengujian hipotesis, dan
(5) penarikan kesimpulan
(Suriasumantri, 1984: 128).
Ada dua pilar yang menopang sains
yaitu observasi dan konseptualisasi. Sains berhubungan dengan fakta dan bukan
dengan pertimbangan nilai-nilai.
Value judgements tidak terletak
dalam wewenang sains. Sifat dari sains adalah bebas nilai, obyektif, dan
netral. Lain halnya dengan teknologi, sekalipun pada dasarnya netral, dalam
situasi tertentu dapat tidak netral lagi karena mengandung potensi merusak dan
potensi kekuasaan.
Hans Reichenbach menyebutkan bahwa
sains disebut juga dengan pengetahuan yang bersifat bisa memprediksi (Predictive Knowledge). Dengan demikian maksudnya
yang penting adalah mengetahui dan bisa menjelaskan alasan, konteks, ruang
lingkup, maksud, tujuan, dan fungsi dari suatu istilah yang kita pakai sehingga
orang lain tidak keliru memaknai hal tersebut.
Pada intinya, sains adalah bagian
kecil dari ilmu atau merupakan salah satu disiplin ilmu yang lebih khusus pada
bidang tertentu yakni lebih ke bidang teknologi.
Secara ringkasnya Perbedaan ilmu, Pengetahuan dan Sains , Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktifitas panca indra untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadanya. Sedangkan, ilmu menghendaki lebih jauh, luas dan dalam dari pengetahuan. Sains adalah bagian kecil dari ilmu atau merupakan salah satu disiplin ilmu yang lebih khusus pada bidang tertentu yakni lebih ke bidang teknologi.
Secara ringkasnya Perbedaan ilmu, Pengetahuan dan Sains , Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktifitas panca indra untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadanya. Sedangkan, ilmu menghendaki lebih jauh, luas dan dalam dari pengetahuan. Sains adalah bagian kecil dari ilmu atau merupakan salah satu disiplin ilmu yang lebih khusus pada bidang tertentu yakni lebih ke bidang teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar