Senin, 10 November 2014

Prinsip Ilmu, Pengetahuan, Ilmu Pengatahuan, dan Sains dalam ISLAM


Nama  : Khusnul Khotimah
NIM    : P1337431214017
Prodi   : DIV gizi / I


1.      Ilmu

A.    Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama.

Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
Ø  “Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu” (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Ø  “Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact” (And English reader’s dictionary)
Ø  “Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary)
dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.





B.     Kedudukan Ilmu Menurut Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.

Di dalam Al-Qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani (1995: 39) sebagai berikut :
“Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi”

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“Allah meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan), dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah ,sehingga akan tumbuh rasa takut kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah:
“sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu)” (surat faatir : 28)

Disamping ayat –ayat Al-Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, Al-Qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seperti tercantum dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 114 yang artinya         :
 dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “.

Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting dan islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu surat Al-Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artinya:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan Kamu dari segumpal darah . Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kalam . Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.”

Ayat –ayat tersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepeada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjid (1992 : 130) menyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal .

Di samping ayat –ayat Al-Qur’an, banyak juga hadis yang memberikan dorongan kuat untuk menuntut  Ilmu. Antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jami’u Ashogir (Jalaludin-Asuyuti :44 ) :
“Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (hadis riwayat Baihaqi).
“Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . Sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “ (hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).

Dari hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah.

C.    Klarifikasi Ilmu menurut ulama islam.
Dengan melihat uraian sebelumnya , nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran islam . Al-Qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabi menunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu) atau hanya Ilmu tertentu saja ?

Hal ini mengemuka mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini . Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip dasarnya sama bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji dalam kitab Ta’liimu Al-Muta‘alim (t.t.:4) ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan:
“Ketahuilah bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntut segala ilmu, tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu Al-hal) sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuatan dan sebagus –bagus amal adalah menjaga perbuatan.”

Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda Allah, maka wajib bagi manusia (Muslim Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut seperti kewajiban shalat, puasa, zakat dan haji mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji. Akan tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain “Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.

Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu     :
1). Ilmu Fardu a’in
2). Ilmu Fardu Kifayah


 Kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “ (1979 : 82)
“Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi “ (1979 : 84)

Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya seperti yang tercakup dalam rukun Islam. Sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.

Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
1.      Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
2.      Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).

Bila kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi :
1). Ilmu aqliyah
2). Ilmu naqliyah.

Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
“Kelompok pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaitu ilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra-indra kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i). Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara “ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul.

Ulama lain yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu   :
1). Al manqulat
2). Al ma’qulat
3). Al maksyufat

 Adapun pengertiannya sebagaimana dikutip oleh A.Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul “Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :
1)      Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
2)      Al ma’qulat adalah semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3)       Al maksyufat adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif.

Selain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu      :
a)      Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori
b)       Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .
Meskipun demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al-manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli.
Sumber : http://referensiagama.blogspot.com (diakses pada 3 November)


D.    Syarat-syarat ilmu

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu  merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigm ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.

Objektif. Ilmu  harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu  alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.


2.      Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktifitas panca indra untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadanya. Sedangkan, ilmu menghendaki lebih jauh, luas dan dalam dari pengetahuan. 

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan. Secara Ontologis ilmu membatasi diri pada kajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki daerah penjelajahan yang bersifat trasendental yang berada di luar pengalaman kita.

Cara menyusun pengetahuan dalam kajian filsafati disebut epistemologi, dan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.

Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia. Pemecahan tersebut pada dasarnya adalah dengan meramalkan dan mengontrol gejala alam. Untuk bisa meramalkan dan mengontrol sesuatu, maka kita harus menguasai pengetahuan yang menjelaskan peristiwa itu.

Pengetahuan itu merupakan pengetahuan awam apabila orang hanya sadar saja tentang adanya gejala tersebut; dia dapat mengetahui bahwa gejala itu ada. Selanjutnya, dari banyak gejala yang disadarinya sebagai pengetahuan awam tersebut, dapat juga olehnya dirasakan atau dilihat hal lain, yaitu hubungan saling pengaruh yang ada antara satu gejala dengan gejala lainnya. Sebagai contoh, pengalaman atau pengamatan bahwa, bila mendung biasanya lalu hujan. Pengetahuan tentang hubungan dua gejala tersebut juga merupakan pengetahuan awam, walaupun pada tingkat yang lebih tinggi. Pengetahuan orang tentang suatu gejala merupakan pengetahuan ilmiah apabila dia dapat menjelaskan secara logis struktur dari gejala itu, jadi tidak hanya sadar tentang adanya gejala itu. Yang dimaksud dengan ungkapan menjelaskan secara logis adalah bahwa keterangannya memenuhi tiga persyaratan berikut:

1) Di dalam memberikan penjelasan, digunakan pola penalaran yang diakui keabsahannya,misalnya penggunaan penalaran bahwa, kalau a>b dan b>c, maka a>c.
2) Fakta atau observasi yang digunakan sebagai landasan di dalam merumuskan kesimpulan dari penalaran yang dilakukna di dalam menjelaskan struktur gejala yang diteliti, adalah fakta yang telah terbukti atau dapat diuji kebenarannya.  
3)  Penjelasan tentang struktur dari fenomena yang menjadi objek perhatian dapat diuji kesesuaiannya dengan kenyataan; yang berarti bahwa, fenomena yang diteliti menunjukkan pola-laku yang merupakan konsekuensi dari dimilikinya struktur sebagaimana dikemukakan di dalam penjelasan termaksud.

Merujuk kepada contoh yang dikemukakan di butir 1 walaupun penalarannya telah benar, tetapi kalau ternyata b lebih kecil dari c, maka kesimpulan bahwa a>c belum tentu dapat dibenarkan. Fakta-fakta yang telah diakui kebenarannya antara lain hokum-hukum alam dalam ilmu fisika, seperti hukum Newton, hukum Hooke, hukum konservasi massa, energi dan momentum, hukum Archimedes, dan sebagainya. Dapat juga digunakan rujukan yang berupa kesimpulan dari suatu hasil observasi yang secara empirik telah diuji kesesuaiannya dengan kenyataan.

Dalam ilmu ensiklopedi Al Qur’an yang dimuat pada jurnal Ulumul Qur’an no.4 dijelaskan bahwa seringkali ilmu dipahami sebagai pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat dinamakan sebagai ilmu. Melainkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara tertentu berdasarkan kesepakatan para ilmuwan yang disebut sebagai ilmu.

Menurut Archie J. Bahm dalam tulisannya yang berjudul what’s science dijelaskan bahwa pengetahuan yang disepakati sebagai ilmu harus dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut dengan six kinds of science yang meliputi problems, attitude, method, activity, conclusions, and effects.

Berpikir pada dasarnya adalah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Gerak pemikiran ini dalam kegiatannya menggunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek yang sedang kita pikirkan. Salah satu lambangnya yaitu dengan bahasa, maksudnya dengan bahasa obyek kehidupan yang konkret dapat dinyatakan dengan kata-kata.




3.      Ilmu Pengetahuan

A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan, sebagai objek, merupakan himpunan informasi yang berupa pengetahuan ilmiah tentang gejala yang dapat dilihat, dirasakan, atau dialami. Gejala tersebut dapat berupa gejala alam (seperti angin, air, gempa bumi, ombak, gerak benda, dsb.), atau gejala sosial (seperti masyarakat bangsa, unjuk rasa, kemiskinan, kemakmuran, keterasingan, dsb.), ataupun gejala pikir, yang abstrak wujudnya, seperti konsep-konsep tentang bilangan dan himpunan di dalam matematika. Masalah yang menjadi perhatian di dalam aktifitas ilmu pengetahuan adalah pencarian kejelasan dan perumusan penjelasan mengenai struktur, fungsi dan pola-laku gejala-gejala, baik gejala alam, gejala sosial, maupun gejala pikir. Dengan demikian bentuk-bentuk dari hasil kegiatan ilmu pengetahuan mencakup dua hal yaitu Penjelasan terhadap sesuatu gejala, yang dinyatakan sebagai teori; serta Kesimpulan dari hasil observasi atau hasil penjelasan sesuatu gejala yang dinyatakan sebagai :
(i)                 Hukum, bila gejalanya merupakan gejala alam.
(ii)               Dalil, bila gejalanya merupakan gejala pikir atau gejala abstrak.

Disamping hukum atau dalil, dan theori, yang luas cakupan keberlakuannya, yaitu meliputi suatu kelas gejala (a class of phenomena), dan karenanya berlaku umum dalam lingkup kelas gejala tersebut, terdapat juga bentuk-bentuk kesimpulan dan penjelasan yang lebih terbatas cakupan keberlakuannya, seperti:
·         Korelasi, yaitu suatu kesimpulan yang jaminan keberlakuannya terbatas pada selang liputan observasi yang dilakukan mengenai gejala tersebut.
·         Hipotesa, yaitu suatu dugaan mula mengenai penjelasan terhadap suatu fenomena, dan karena itu masih spekulatif sifatnya.
·         Model, yaitu suatu deskripsi (jadi penjelasan) tentang struktur dan pola-laku suatu fenomena ditinjau dari suatu titik pandang tertentu.
·          Conjecture, yaitu suatu kesimpulan yang masih spekulatif sifatnya ditinjau dari kelengkapan fakta yang mendukungnya dan kerincian logika yang digunakan untuk menjelaskannya.

B.     Tujuan Ilmu Pengetahuan
Tujuan ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan alirannya, yaitu :
Pengembangan ilmu pengetahuan untuk keperluan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu sebatas untuk memenuhi rasa keingintahuan manusia. Ilmu pengetahuan pragmatis. Aliran ini meyakini bahwa pengembangan ilmu pengetahuan haruslah dapat memberikan menfaat bagi manusia dalam pemecahan masalah kehidupan.




4.      Science

Istilah sains berasal dari bahasa Latin “science” dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata sains . Akhir-akhir ini para ahli bahasa Indonesia sepakat bahwa setiap kata serapan dari bahasa Inggris yang berakhiran “nce” ditambahkan “s” diakhir kata dan tidak berarti menunjukkan jamak atau banyak.

Sains adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan objektif. Pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris membentuk langkah- langkah yang disebut metode ilmiah. Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan proses logika-hipotesa-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah :

(1) perumusan masalah

(2) penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis

(3) perumusan hipotesis

(4) pengujian hipotesis, dan

(5) penarikan kesimpulan (Suriasumantri, 1984: 128).

Ada dua pilar yang menopang sains yaitu observasi dan konseptualisasi. Sains berhubungan dengan fakta dan bukan dengan pertimbangan nilai-nilai.

Value judgements tidak terletak dalam wewenang sains. Sifat dari sains adalah bebas nilai, obyektif, dan netral. Lain halnya dengan teknologi, sekalipun pada dasarnya netral, dalam situasi tertentu dapat tidak netral lagi karena mengandung potensi merusak dan potensi kekuasaan.

Hans Reichenbach menyebutkan bahwa sains disebut juga dengan pengetahuan yang bersifat bisa memprediksi (Predictive Knowledge). Dengan demikian maksudnya yang penting adalah mengetahui dan bisa menjelaskan alasan, konteks, ruang lingkup, maksud, tujuan, dan fungsi dari suatu istilah yang kita pakai sehingga orang lain tidak keliru memaknai hal tersebut. 

Pada intinya, sains adalah bagian kecil dari ilmu atau merupakan salah satu disiplin ilmu yang lebih khusus pada bidang tertentu yakni lebih ke bidang teknologi.

Secara ringkasnya Perbedaan ilmu, Pengetahuan dan Sains , Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktifitas panca indra untuk mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadanya. Sedangkan, ilmu menghendaki lebih jauh, luas dan dalam dari pengetahuan. Sains adalah bagian kecil dari ilmu atau merupakan salah satu disiplin ilmu yang lebih khusus pada bidang tertentu yakni lebih ke bidang teknologi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar